Konsep ideal tersebut juga dipertegas oleh Allah SWT dalam al-Qur’a>n : 1. Alif la>m mi>m 2. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa • • 9. Sesungguhnya Al-Qura>n ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. Setelah mencermati pengertian al-Qur'an tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa al-Qur'an adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang dianggap ibadah bagi orang yang membacanya yang diawali dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Na>s. B. Perbedaan antara al-Qur’a>n dan al-Hadi>th Dari definisi al-Qur’a>n di atas, ungkapan al-muta’abbad bi tila>watih (yang dianggap ibadah bagi yang membacanya) merupakan ungkapan yang dapat memberikan perbedaan yang cukup jelas antara al-Qur’a>n dengan tulisan dan, atau bacaan lainnya seperti hadi>th nabawi> dan hadi>th qudsi>, karena bagi siapa saja yang membaca al-Qur’a>n Allah akan memberikan pahala karena membacanya dan itu tidak berlaku untuk yang selain al-Qur’a>n. Sedangkan hadi>th adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah baik ucapan, pekerjaan dan ketetapan serta sifatnya. Hadi>th terbagi menjadi dua yaitu hadi>th nabawi> dan hadi>th qudsi> yang secara umum keduanya sama-sama disandarkan kepada Rasulullah SAW hanya saja untuk membedakan keduanya kalau hadi>th nabawi> lafadh dan ma’nanya dari Rasulullah SAW sedangkan hadi>th qudsi> maknanya dari Allah dan lafadhnya dari Rasul. Ada 5 hal yang membedakan antara al-Qur’a>n dan hadi>th qudsi> : 1. Al-Qur’a>n merupakan firman Allah SWT yang diturunkan Kepada nabi Muhammad yang mengandung mukjizat dan menantang kaum quraisy, karena ketika Rasulullah hidung ditengah-tengah kaum Quraisy mereka orang-orang yang sangat fasih dalam komunikasi dan orador yang baik, sedangkan hadi>th qudsi> tidak mengandung mukjizat dan tantangan kepada kaum quraisy dan non muslim 2. Al-Qur’a>n senantiasa disandarkan kepada Allah SWT sedangkan hadi>th qudsi> disandarkan kepada Rasul walaupun merupakan firman Allah SWT, biasanya menggunaka lafadz قال رسول الله صلى الله عليه وسلم فيما يرويه عن ربه عز وجل atau قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : قال الله تعالى 3. Al-Qur’a>n seluruhnya diriwayatkan pasti secara mutawatir sedangkan hadi>th qudsi> mayoritas diriwayatkan dengan riwayat a>ha>d 4. Al-Qur’a>n lafadh dan ma’nanya dari Allah SWT sedangkan hadi>th qudsi> maknanya dari Allah dan lafadhnya dari Rasul. 5. Al-Qur’a>n jika dibaca akan memperoleh pahala sedangkan hadi>th qudsi> tidak Jadi al-Qur'a>n al-Kari>m memiliki perbedaan yang sangat essensi dengan hadi>th nabi, hadi>th qudsi> apalagi dengan bacaan-bacaan lainnya yang bersifat ritual keagamaan seperti shalawat diba'iyyah, rotib, raddad, istighathah dan lainnya. Perbedaan yang sangat esensial tersebut jika berhubungan dengan ungkapan al-Muta'abbad bi Tila>watih yaitu orang yang membaca al-Qur'a>n akan diberi pahala hanya karena membaca ayat demi ayat dalam al-Qur'a>n walaupun tidak paham dan belum bisa melaksanakan apa yang ada di dalam ayat-ayat tersebut. C. Pembukuan dan Pembakuannya 1. Pereodisasi Pembukuan al-Qur’a>n Al-Qur'a>n al-Kari>m yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasulullah selama kurun waktu ± 23 tahun yang dalam catatan sejarah juga dikenal sebagai masa yang sangat minim dan terbatas peralatan tulis menulis dan kemampuan baca tulis para sahabat kala itu, maka sudah pasti akan melewati proses penulisan dan pembukuan al-Qur'a>n yang sangat sulit baik pada masa Rasulullah SWA maupun para sahabatnya. Ada tiga pereodisasi dalam penulisan al-Qur'a>n, yang diawali pada masa Rasulullah SAW, dilanjutkan pada masa Abu Bakar al-S{iddi>q sebagai khalifah pertama dan periode ketiga pada masa Uthman bin Affa>n yang dibukukan karena banyaknya perbedaan bacaan yang muncul pada saat itu sehingga hampir di setiap suku dengan suku yang lain memiliki model bacaan sendiri-sendiri. a. Masa Rasu>lulla>h Muh}ammad SAW Menurut ‘Ali> al-S{a>bu>ni>, Jam’u al-Qur’a>n (pengumpulan al-Qur’a>n) memiliki dua pengertian, diantaranya yaitu : 1). Al-Jam’u fi al-S}udu>r (Menghafal al-Qur’a>n), sebagaimana firman Allah SWT yang menerangkan bahwa Nabi Muhammad senantiasa menggerakkan bibir dan lisannya untuk menghafal al-Qur’a>n sebelum Jibril selesai menyampaikan wahyu sehingga beliau ditegor oleh Allah SWT dengan firman-Nya dalam al-Qur’a>n : • • • 16. Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai) nya 17.Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. 18. apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. 19. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya. 2). Al-Jam’u fi al-Sut}u>r (Menulis al-Qur’a>n) dengan membedakan ayat dan surat tertentu. Pada masa Rasul dua definisi Jam’u al-Qur’a>n tersebut sama-sama terjadi, mengingat alat tulis menulis yang memang sangat terbatas maka pola menghafal menjadi alternatif pembelajaran al-Qur’a>n yang sangat effisien bagi pada sahabat. 'Abdullah bin Sa'd bin 'Abi al-¬Sarh, seorang yang terlibat dalam penulisan Al-Qur’a>n dalam periode Makkah, dan penulis resmi lainnya adalah Khalid bin Sa'id bin al-‘As di mana ia menjelaskan, "Saya orang pertama yang menulis 'Bismillah ar-Rahman ar¬Rahim' (Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). M.M al-A'zami menyatakan bahwa Al-Kattani mencatat peristiwa ini: Sewaktu Rafi` bin Malik al-Ansari menghadiri baiah al-'Aqaba, Nabi Muhammad menyerahkan semua ayat-ayat yang diturunkan pada dasawarsa sebelumnya. Ketika kembali ke Madinah, Rafi` mengumpulkan semua anggota sukunya dan membacakan di depan mereka. Pada periode Madinah cukup banyak informasi termasuk sejumlah nama, lebih kurang enam puluh lima sahabat yang ditugaskan oleh Nabi Muhammad bertindak sebagai penulis wahyu.. a) Nabi Muhammad Mendiktekan Al-Qur' an Saat wahyu turun, Nabi Muhammad secara rutin memanggil para penulis yang ditugaskan agar mencatat ayat itu. Zaid bin Thabit menceritakan sebagai ganti atau mewakili peranan dalam Nabi Muhammad, la sering kali dipanggil diberi tugas penulisan saat wahyu turun. Sewaktu ayat al-jihad turun, Nabi Muhammad memanggil Zaid bin Thabit membawa tinta dan alat tulis dan kemudian mendiktekannya; 'Amr bin Um-Maktum al-A'ma duduk menanyakan kepada Nabi Muhammad, "Bagaimana tentang saya? Karena saya sebagai orang yang buta." Dan kemudian turun ayat, "ghair uli al-darar" (bagi orang-¬orang yang bukan cacat). Tampaknya tak ada bukti pengecekan ulang setelah mendiktekan. Saat tugas penulisan selesai, Zaid membaca ulang di depan Nabi Muhammad agar yakin tak ada sisipan kata lain yang masuk ke dalam teks. b) Praktik Penulisan Al-Qur’a>n di Kalangan Sahabat Praktik yang biasa berlaku di kalangan para sahabat tentang penulisan Al-Qur’a>n, menyebabkan Nabi Muhammad melarang orang-orang menulis sesuatu darinya kecuali Al-Qur’a>n, "dan siapa yang telah menulis sesuatu dariku selain Al-Qur’a>n, maka la harus menghapusnya." Beliau ingin agar Al-Qur’a>n dan hadith tidak ditulis pada halaman kertas yang sama agar tidak terjadi campur aduk serta kekeliruan. Sebenarnya bagi mereka yang tak dapat menulis selalu hadir juga di masjid memegang kertas kulit dan minta orang lain secara suka rela mau menuliskan ayat Al-Qur’a>n. Berdasarkan kebiasaan Nabi Muhammad memanggil juru tulis ayat-ayat yang baru turun, kita dapat menarik anggapan bahwa pada masa kehidupan beliau seluruh Al-Qur’a>n sudah tersedia dalam bentuk tulisan. b. Masa Khali>fah Abu> Bakar al-S{iddi>q r.a. Setelah Rasulullah wafat pada tahun ke-11 H, para sahabat secara aklamasi memilih Abu> Bakr al- S{iddi>q untuk memegang tampuk pemerintahan sekaligus menjadi khalifah pertama dan pada awal pemerintahannya banyak menghadapi berabagai persoalan diantaranya banyaknya orang Islam yang murtad, munculnya gerakan anti zakat dan orang-orang yang mengaku sebagai Nabi yang dipelopori oleh Musailamah al-Kadhdha>b. Pada masa khali>fah Abu> Bakar al-S{iddi>q r.a. dengan terpaksa dibentuklah sebuah tim yang diketuai oleh Zaid bin Tha>bit yang dibantu oleh beberapa orang sahabat yaitu 'Umar bin al-Khat}t}a>b, Ubay bin al-Ka’ab, ‘Uthma>n bin ‘Affa>n, ‘Ali bin abi> T{alib dan Salim bin Ma’qi>l untuk mengumpulkan al-Qura>n dalam satu mus}haf sebagai jawaban dari usulan 'Umar bin al-Khat}t}a>b agar segera membukukan al-Qur’a>n dalam satu mus}haf agar tetap terjaga eksistensinya di tengah-tengah umat yang pada saat itu sebanyak 70 orang h}uffa>d } yang gugur sebagai syuhada>’ di medan perang. Setelah al-Qur’a>n selesai dikodifikasi kemudian Abu> Bakr meminta para sahabat untuk mencarikan nama yang tepat, ada yang mengusulkan dengan nama Al-Shifr dan Al-Mushhaf sehingga yang disetujui adalah dengan nama Al-Mushhaf al-Qur’a>n Ada 2 rambu-rambu penting yang dipegang oleh Zaid bin Tha>bit dalam menjalankan tugasnya sebagai ketua kodifikasi al-Qur’a>n yaitu : (1) ayat-ayat al-Qur’a>n tersebut dahulu ditulis dihadapan Rasulullah, dan (2) ayat-ayat yang ditulis tersebut harus juga dihafal oleh para sahabat pada masa itu, dan Umarpun tidak menerima ayat dari seseorang tanpa terlebih dahulu dibuktikan kebenarannya oleh dua orang saksi. c. Masa ‘Uthma>n bin ‘Affa>n r.a. Selama pemerintahan `Uthman, yang dipilih oleh masyarakat melalui bai'ah yang amat terkenal sebagai khalifah ketiga, umat Islam sibuk melibatkan diri di medan jihad yang membawa Islam ke utara sampai ke Azerbaijan dan Armenia. Berangkat dari suku kabilah dan provinsi yang beragam, sejak awal para pasukan tempur memiliki dialek yang berlainan dan Nabi Muhammad, di luar kemestian, telah mengajar mereka membaca Al-Qur'an dalam dialek masing-masing, karena dirasa sulit untuk meninggalkan dialeknya secara spontan. Akan tetapi sebagai akibat adanya perbedaan dalam menyebutkan huruf Al-Qur’a>n mulai menampakkan kerancuan dan perselisihan dalam masyarakat. 1) Sikap 'Uthma>n terhadap Perselisihan Bacaan Adanya perbedaan dalam bacaan Al-Qur’a>n sebenarnya bukan barang baru sebab 'Umar sudah mengantisipasi bahaya perbedaan ini sejak zaman pemerintahannya. Dengan mengutus Ibn Mas'ud ke Irak, setelah 'Umar diberitahukan bahwa dia mengajarkan Al-Qur'an dalam dialek Hudhail (sebagaimana Ibn Mas'ud mempelajarinya), dan 'Umar tampak naik pitam: Al-Qur'an telah diturunkan dengan dialek Quraish maka ajarkanlah menggunakan dialek Quraish, bukan menggunakan dialek Hudhail. 2) 'Uthman Menyiapkan Mushaf Langsung dari S{uh}uf Berdasarkan pada riwayat pertama `Uthman memutuskan berupaya dengan sungguh-sungguh untuk melacak Suhuf dari Hafsa, mempercepat menyusun penulisan, dan memperbanyak naskah. Untuk mengurusi tugas mengumpulkan dan menabulasikan Al-Qur'an yang ditulis di atas kertas kulit pada zaman Nabi Muhammad, 'Uthman memercayakan pada dua belas orang. 3). 'Uthman Mengambil Suhuf dari 'A'ishah Sebagai Perbandingan Ketika ‘Uthman hendak membuat salinan (naskah) resmi, dia meminta ‘A'ishah agar mengirimkan kepadanya kertas kulit (Suhuf) yang dibacakan oleh Nabi Muhammad SAW. yang disimpan di rumahnya. Kemudian dia menyuruh Zaid bin Thabit membetulkan sebagaimana mestinya, pada waktu itu beliau merasa sibuk dan ingin mencurahkan waktunya mengurus masyarakat dan membuat ketentuan hukum sesama mereka. 4). 'Uthman Mengambil Suhuf dari Hafsa Guna Melakukan Verifikasi Pada waktu itu naskah yang dibuat sendiri (independen) telah dibandingkan dengan Suhuf resmi yang sejak semula ada pada Hafsah. Seseorang bisa jadi keheran-heranan mengapa khalifah 'Uthman bersusah payah mengumpulkan naskah tersendiri (otonom) sedang akhirnya juga dibandingkan dengan Suhuf juga. Alasannya yang paling mendekati kemungkinan barangkali sekadar upaya simbolik. Satu dasawarsa sebelumnya ribuan sahabat, yang sibuk berperang melawan orang-orang murtad di Yamamah dan di tempat lainnya, tidak bisa berpartisipasi dalam kompilasi Suhuf Untuk menarik lebih banyak kompilasi bahan-bahan tulisan, naskah 'Uthman tersendiri (independen) memberi kesempatan kepada sahabat yang masih hidup untuk melakukan usaha yang penting ini. 2. Penyusunan Ayat dan Surat al-Qur’a>n Pendapat para ulama mengatakan bahwa susunan surah yang ada sekarang identik dengan Mushaf 'Uthmani. Setiap orang yang berkeinginan mengopi Al-Qur’a>n secara keseluruhan diharuskan mengikuti urutan yang ada. Di masa lampu mushaf ditulis di atas kertas kulit, dan biasanya lebih berat timbangannya dari kertas biasa. Maka mushaf seluruhnya mencapai beberapa kilogram beratnya. Bergstasser dalam Usu>l Naqd al-Nusus wa Nashr al-Kutub ia memberikan ketentuan penting terhadap tingkatan naskah yang paling dapat di pertanggungjawabkan dengan yang tak memiliki harga nilai, sebagai berikut : 1. Naskah yang lebih awal biasanya lebih dapat terjamin dan tepercaya dari naskah yang muncul kemudian. 2. Naskah yang sudah diubah dan dibetulkan oleh penulis melalui proses perbandingan dengan naskah induk, lebih tinggi tingkatannya dari ma¬nuskrip-manuskrip yang tidak ada perubahan. 3. Jika naskah asli masih ada, naskah lain yang ditulis dari naskah itu akan hilang nilainya. a) Penyusunan Ayat ke dalam Surat Diakui secara umum bahwa susunan ayat dan surah dalam Al-Qur’a>n memiliki keunikan yang luar biasa. Susunannya tidak secara urutan saat wahyu diturunkan dan subjek bahasan. Rahasianya hanya Allah Yang Mahatahu, karena Dia sebagai pemilik kitab tersebut. Demikian halnya Kitab Allah, karena Dia sebagai pencipta tunggal dan Dia sendiri yang memiliki wewenang mutlak menyusun seluruh materi. Al¬Qur'an sangat tegas dalam masalah ini dengan firmanNya dalam al-Qur’a>n : • • • 17.Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. 18. apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. 19. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya. Maka guna menjelaskan isi kandungan ayat-ayat itu, Allah menugaskan Nabi Muhammad sebagai penerima mandat. Dalam hal ini Al-Qur' an memberi penjelasan, •• 44.Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. Hak istimewa ini diberikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad agar memberi penjelasan pada umatnya. Hanya Nabi Muhammad, melalui keistimewaan dan wahyu ketuhanan, yang dianggap mampu menyusun ayat-ayat ke dalam bentuk keunikan Al-Qur’a>n sesuai kehendak dan rahasia Allah. Bukan komunitas Muslim secara kolektif dan bukan pula perorangan memiliki legitimasi kata akhir dalam menyusun Kitab Allah. Kitab Al-Qur’a>n mencakup surah-surah panjang dan yang terpendek terdiri atas 3 ayat, sedangkan paling panjang 286 ayat. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Nabi Muhammad memberi instruksi kepada para penulis tentang letak ayat pada setiap surah. `Uthman menjelaskan baik wahyu itu mencakup ayat panjang maupun satu ayat terpisah, Nabi Muhammad selalu memanggil penulisnya clan berkata, "Letakkan ayat-ayat tersebut ke dalam surah seperti yang beliau sebut." Zaid bin Thabit menegaskan, "Kami akan kumpulkan Al-Qur’a>n di depan Nabi Muhammad." Menurut `Uthman bin Abi al-'As, Malaikat Jibril menemui Nabi Muhammad memberi perintah akan penempatan ayat tertentu. Sebagai contoh berikut sejarah peletakan ayat demi ayat dalam surat tertentu sesuai perintah Nabi : • ’Uthman bin AM al-‘As melaporkan bahwa saat sedang duduk bersama Nabi Muhammad ketika beliau memalingkan padangan pada satu titik dan kemudian berkata, "Malaikat Jibril menemuiku dan meminta agar menempatkan ayat 90 pada surat al-Nahl berikut ini pada bagian surat tertentu. • 90.Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. • AI-Kalbi melaporkan dari Abu Sufyan tentang Ibn ‘Abbas tentang ayat, • • 281. dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. kemudian masing-masing diri diberi Balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). Ia menjelaskan, "Ini adalah ayat terakhir yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad. Malaikat Jibril turun dan minta meletakannya setelah ayat ke dua ratus delapan puluh dalam Surah al-Baqarah." Bukti lain dapat dilacak dari beberapa hadi>th yang mengatakan kepada sahabat telah mengenal permulaan dan akhiran surah-surah yang ada. b) Penyusunan Surat Para ulama sepakat bahwa mengikuti susunan surah dalam Al-Qur' a>n bukan suatu kemestian, baik dalam shalat, bacaan, belajar, pengajaran maupun hafalan. Setiap surah berdiri sendiri dan tidak ada satu pun yang turun ke¬mudian dapat mengklaim memiliki legalitas lebih besar dari yang sebelumnya; kadang-kadang ayat yang telah dimansukh terdapat dalam sebuah surah di mana yang berikutnya tercatat sebagai nasikh atau pengganti. Sebagian umat Islam mulai menghafal Al-Qur’a>n dari surah pendek (no. 114, 113, ...) dan begitu seterunya ke belakang. Nabi Muhammad pernah membaca Surah al¬Baqarah, an-Nisa', dan kemudian 'Ali-`Imran (surah No.2, 4, 3), secara berun¬tun dalam satu raka'at, tidak seperti yang kita lihat dalam susuan Al-Qur’a>n. Sejauh ini, tidak ada hadith yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad membuat ketetapan melarang umatnya mengambil surah tertentu secara tidak berurutan. Pendapat yang berbeda dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Susunan semua surat seperti yang ada, selalu merujuk pada Nabi Muhatnmad sendiri. Pendapat lain mengatakan terdapat perbedaan susunan dalam mushaf yang dimiliki beberapa sahabat seperti Ibn Mas'ud dan Ubayy bin Ka'b) yang lain dari mushaf yang ada di tangan umat Islam. 2. Sementara ada kalangan yang berpendapat bahwa seluruh Qur'an (susun¬annya) diatur oleh Nabi Muhammad kecuali surah no.9, yang dilakukan oleh `Uthman. 3. Pendapat lain menganggap susunan semua surah dibuat oleh Zaid bin Thabit, `Uthman, dan sahabat lainnya. Al-Baqillani cenderung menerima pendapat ini. 4. Ibn 'Atiyya mendukung pendapat bahwa Nabi Muhammad menyusun beberapa surah dan lainnya diserahkan pada para sahabat beliau.
أهلا وسهلا ومرحبا بقدومكم أيها الإخوة الأعزاء
Selamat Datang di Blog Pembelajaran Bahasa Arab dan Kajian Keislaman ...... Mari Mengaji dan Berdiskusi Bersama ........ Semoga dapat Memberikan Manfaat yang Sebesar-besarnya bagi Para Pembaca dan Blogers
Minggu, 28 Maret 2010
Sejarah Pembukuan al-Qur'an
AL-QUR’An
Mendiskusikan tentang al-Qur’an dan hal-hal yang berhubungan dengan firman Allah itu sendiri tidak akan bisa lepas dari pemahaman tentang definisi al-Qur’a>n itu sendiri baik secara bahasa maupun istilah ‘ulu>m al-Qur’a>n. Secara etimologi dalam bahasa arab, kata al-Qur’a>n (القرآن) merupakan bentuk mas}dar (kata dasar) yang berwazan فُعْلاَنٌ seperti lafaz} غُفْرَانٌ, dari kata kerja قرأ- يقرأ – قراءة وَقُرْآناً yang berarti bacaan. Dengan kata lain bahwa al-Qur’an memang memiliki karekteristik dan spesifikasi khusus sebagai kitab bacaan seorang muslim sehingga dengan membaca setiap muslim diharapkan dapat menambah wawasan keislaman dan arah serta tujuan hidupnya, lain dari itu al-Qur’a>n diturunkan tidak hanya sebagai petunjuk kepada umat muslim saja akan tetapi juga kepada seluruh ummat manusia di dunia ini.
Demikian itu dikuatkan oleh firman Allah SWT dalam al-Qur’a>n :
• •
17. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
18. apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.
Ayat tersebut menunjukkan bahwa disamping al-Qur'a>n sebagai firman Allah dan petunjuk bagi manusia, juga menjadi kitab yang harus dibaca dan diikuti oleh umatnya sebagai pedoman hidup sehari-hari.
Secara istilah, al-Qur’atih}ah dan diakhiri dengan surat al-Na>s yang merupakan petunjuk dari sang Khaliq kepada makhluq-Nya.
Dari dua ayat dan pengertian tentang al-Qur’a>n tersebut diatas dapat dianalogikan bahwa al-Qur’a>n al-Kari>m yang merupakan wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW ternyata tidak hanya memiliki fungsi sebagai bahan bacaan wajib saja bagi orang muslim akan tetapi juga menjadi barometer dan petunjuk tekhnis dalam melakukan tindakan dan aktivitasnya seharí-hari.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kirim komentar mengenai artikel yang saya tulis